Mari melanjutkan the Beginning part 1, sebuah dongeng ga jelas yang sebenarnya caraku menyimpan data di kepala sebelum hilang ditelan usia...
Tampaknya cerita yang lalu baru sampai tahap Poyeng yang mulai bikin logo dan bikin media sosial..
Memang, dari awal Poyeng dibuat, sudah diniatkan menjadi lebih dari hobi. Sudah diniatkan menjadi sebuah usaha yang idealismenya tidak dilupakan (alhamdulillah sampai sekarang..). Dari awal Poyeng sudah punya logo, dan aku sudah memikirkan kemungkinan garis akhir Poyeng di masa depan.
Dan alhamdulillah ketika pasanganku mulai ikut menceburkan diri merawat Poyeng bersama, progress bisa dilakukan lebih cepat karena ada dua otak dan badan yang bekerja. Kami mulai meminjam modal untuk membuat offline shop (yang selanjutnya kami sebut workshop)
Konsep mempengaruhi bentuk fisik isi Poyeng (yang masih tetap begitu sampai sekarang). Poyeng workshop ada untuk menyediakan tempat bagi perajut utamanya di Jogja dan sekitarnya untuk mendapatkan perlengkapan dan peralatan merajut yang pada tahun 2010 masih sangat sulit untuk didapatkan di Jogja. Sekaligus menyediakan tempat untuk belajar merajut knitting, yang diajarkan seecara gratis oleh Poyeng.
Dasarnya sih karena aku dulu banyak belajar knitting dari link-link internet yang bisa diakses secara gratis, tanpa harus membayar apapun terlebih dahulu. (meskipun pada saat itu belum ada smartphone dan modem, dan ngenet harus pergi ke warnet dulu, tapi karena aku ngenet untuk knitting di sela-sela ngenet untuk kuliah, jadi ya tetep terhitung gratis juga :p )
Masih di tempat yang sama sampai sekarang, meskipun letak workshop Poyeng cukup strategis (dekat ringroad dan dekat transJogja), tapi posisinya yang sangat dekat dengan perempatan besar, membuat siapapun yang belum pernah kesana pasti kebablasan karena terlalu konsentrasi melewati perempatan setelah lampu hijau menyala. Disinilah reputasi Poyeng secara online sangat berperan, karena mayoritas pelanggan Poyeng yang ke workshop saat itu sudah tahu lebih dulu Poyeng secara online, dan karenanya tidak masalah meskipun mereka harus bolak-balik jalan Palagan karena kebablasan saat mencari workshop Poyeng. (terimakasih yaa ^ ^)
Seperti halnya semua usaha baru, pendapatan dari workshop kala itu sangat kecil dan belum seperti sekarang, dan Poyeng mayoritas masih hidup dari online dan suntikan dana pribadi. (Jadi kalo kamu bikin usaha, ngga langsung ramai, jangan menyerah ya.. semua awal usaha banyak yang seperti itu kok, bukan berarti kamu sudah gagal, kamu hanya butuh bersabar saja :) )
Knitting masih hal yang sangat baru di Jogja kala itu, dan mulai menarik perhatian. Dari kalangan mahasiswa, dan juga teman-teman profesional. Dan inilah saat dimana aku berkesempatan menulis buku pertamaku, mulai bikin ngumpul bulanan, dan diliput beberapa media lokal..
*apakah artikel ini akan dilajutkan? entahlah :p